MUSEUM MANDAR MAJE’NE
SEBAGAI ASET PARIWISATA
DI SULAWESI
BARAT
Oleh :
Athirah Amalia
Titin Hartinah Ansyari
I Putu Yoga Setiawan
Gambar 1. Museum Mandar Maje’ne
Gambar
oleh : Tim Penulis
Museum
adalah salah satu lembaga yang bertugas untuk merawat dan mempublikasikan benda
budaya manusia untuk kepentingan pendidikan anak-anak dan masyarakat umum.
Adapun tugas dari suatu museum yaitu mengumpulkan benda-benda bersejarah dan
merawat benda-benda tersebut. Selain untuk kepentingan kependidikan, museum
juga dijadikan sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat (daya tarik wisata). Museum dapat dikategorikan sebagai daya tarik wisata
budaya dalam artian memahami dan atau mengunjungi artefak budaya yang ada di museum.
Salah
satu contoh museum yang telah dikunjungi yaitu Museum Mandar Maje’ne. Mandar
dijadikan nama museum di Kabupaten Majene karena beberapa pertimbangan yaitu
daerah Mandar adalah wilayah pusat permukiman suku Mandar yang ada pada zaman
kerajaan. Pada zaman penjajahan Belanda, daerah Mandar disebut daerah afdeling
Mandar yang meliputi onder afdeling Majene, onder afdeling Polewali, onder
afdeling Mamuju. Dan pada zaman kemerdekaan daerah Mandar masuk dalam wilayah Provinsi
Sulawesi Selatan terdiri dari Kabupaten Majene, Kabupaten Mamuju, dan Kabupaten
Polewali Mamasa.
Berdasarkan
UU No. 43 tahun 2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat meliputi
seluruh daerah Mandar yang terdiri dari Kabupaten Majene, Mamuju, Polewali
Mandar, dan Mamasa. Dan sampai saat ini Museum Mandar satu – satunya museum
yang terdapat di Sulawesi Barat. Museum Mandar Maje’ne ini terletak di Jalan
Raden Suradi No. 17, Pangali-ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi
Sulawesi Barat. Museum Mandar Maje’ne ini berarsitektur khas Eropa dan dulunya merupakan
bekas Rumah Sakit. Rumah Sakit tersebut dibangun pada tahun 1908 dan sekarang
beralih fungsi menjadi museum. Museum Mandar Maje’ne didirikan berdasarkan
salah satu keputusan seminar kebudayaan Mandar di Majene pada tanggal 02
Agustus 1984. Museum ini mempunyai koleksi sejumlah 1.304 buah, meliputi
koleksi geologi, geografi, biologi, etnoggrafi, arkeologi, sejarah, keramik,
dan seni rupa. Dan koleksi-koleksi di museum ini telah di akui oleh museum lain
dan Asosasi Museum Indonesia (AMI).
Gambar 2.
(Pakaian Adat Pengantin)
Gambar oleh :
Tim Penulis
Di Museum Mandar
Maje’ne ini terdapat beberapa replika berbagai macam jenis perahu tradisional, salah
satunya adalah perahu Lete’. Museum Mandar Maje’ne juga menampilkan keunikan dan
pakaian adat dan aksesoris pengantin tradisional dari suku Mandar dari suku Mandar
keturunan bangsawan Mara’dia atau raja, dimana untuk pakaian pengantin laki –
laki pakaiannya yaitu baju kemeja putih, sarung lipa’, badawara. Adapun untuk
bagian kepala terdapat sigar dimana terdapat belu – belua samping kiri dan
kanan, atas belakang, terdapat bunga – bunga siwali kiri dan kanan dan bagian
belakang terdapat garuda – garuda. Untuk bagian dada terdapat passinding dada
dan untuk lengan atas pergelangan tangan kiri dan kanan dari atas ke bawah
terdapat potto’ dan sima’ – sima’. Selanjutnya untuk pakaian adat pengantin
perempuan terdiri dari baju bokoratte, sarung atau lipat ratte, salendang.
Untuk aksesoris dikepala terdiri dari bunga – bunga siwali atau tusuk konde,
beru’ – beru’ simbolong atau rangkaian bunga melati. Untuk bagian dada terdapat
tombi bu’ang, tombi a’di – a’di, tombi cucur, tombi ana’I tombi juir. Pada
bagian perut terdapat kawari, muka dan belakang dipasang pada bagian dalam
baju, selanjutnya pada bagian lengan mulai dari pergelangan tangan sampai
lengan diatas siku terdapat sima’ -
sima’ potto, gallang balle, jima’ saletto, dilengan kiri diatas siku
terdapat jima’ saletto, dan terdapat teppang.
Selain
pakaian adat pengantin, wisatawan juga bisa mendapatkan berbagai informasi
mengenai kebudayaan suku Mandar yang lainnya, seperti pengunjung dapat melihat
dan lebih mengenali bentuk rumah, peralatan rumah tangga seperti laga-laga,
cupa’, okang, talongnge , kawali, balenga dan masih banyak lagi, hingga
kendaraan tradisional seperti bendi. Di ruangan lain yang menarik adalah adanya
ular sawah yang di awetkan. Ular jenis piton tersebut di tangkap oleh salah
seorang warga yaitu Buttu Tupa’ Allo pada 1 Januari 2010. Dimana panjang ular
tersebut sekitar 7 meter.
Adapun
sasaran pengunjung dari Museum Mandar Maje’ne yaitu lebih kepada anak – anak
sekolah dengan tujuan untuk mencerdaskan dan agar anak – anak sekarang dapat
mengetahui apa yang bisa didapatkan dari mengunjungi suatu museum. Menurut
pengelola, Museum Mandar sudah masuk dalam Asosiasi Museum Indonesia (AMI).
Keuntungan yang didapat dari masuknya Museum Majene Mandar kedalam AMI yaitu
mudahnya pengelola bertukar pikiran dalam pengembangan museum dengan pengelola
museum yang ada di Indonesia. Kesadaran masyarakat Majene sudah mulai meningkat
dalam kunjungan mereka terhadap Museum Mandar Majene. Hal ini membuat
masyarakat Majene lebih mengetahui sejarah-sejarah yang pernah ada di Majene,
beserta dengan peninggalan-peninggalan sejarahnya. Selain meningkatnya
kesadaran masyarakat Majene dalam mengunjungi museum, tingkat kunjungaan
wisatawan juga meningkat tiap tahunnya. Pengelola museum juga mengungkapkan
bahwa kurangnya promosi-promosi yang dilakukan untuk memperkenalkan ke
masyarakat luas baik itu dari media cetak maupun media elektronik.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pihak pengelola museum dalam meningkatkan
kunjungan wisatawan juga sangat kurang, hal ini juga disampaikan oleh
pengelola. Seharusnya pihak pengelola harus rutin dalam melakukan
kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan seperti melakukan
promosi melalui media cetak maupun elektronik. Serta melakukan
sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengunjungi
museum.
Di
Kabupaten Majene masih banyak peninggalan-peninggalan sejarah yang belum di
masukkan kedalam koleksi museum. Seharusnya pemerintah daerah bisa menjaga
peninggalan sejarah tersebut dengan cara memasukkan peninggalan sejarah tersebut
kedalam koleksi museum. Menurut pihak pengelola, mereka sudah membentuk tim
untuk mencari dan mengumpulkan peninggalan sejarah yang masih belum
teridentifikasi. Sebenarnya, tim ini sudah terbentuk akan tetapi kurangnya dana
membuat terhambatnya kinerja tim ini.
Adapun
beberapa strategi yang harus dilakukan pengelola museum dalam mendukung
pengembangan Museum Mandar Ma’jene sebagai aset daerah yaitu, pertama
peningkatan dalam hal promosi karena pengelola belum melakukan promosi baik itu
melalui media cetak ataupun media elektronik. karena dengan melakukan promosi
dapat memudahkan wisatawan untuk mendapat informasi dan juga meningkatkan
kunjungan. Kedua, membuat berbagai macam event atau kegiatan di kawasan museum
agar wisatawan tidak akan bosan untuk berlama-lama mengunjungi museum. Contoh
kegiatannya yaitu pementasan kesenian khas daerah. Ketiga, penambahan ruangan
auditorium atau ruangan pertemuan agar dalam melaksanakan kegiatan seperti
pertemuan ataupun seminar agar terlaksana sesuai diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar