Rabu, 03 Mei 2017

Museum Mandar Ma'Jene

MUSEUM MANDAR MAJE’NE SEBAGAI ASET PARIWISATA
DI SULAWESI BARAT
Oleh :
Athirah Amalia
Titin Hartinah Ansyari
I Putu Yoga Setiawan

Gambar 1. Museum Mandar Maje’ne
Gambar oleh : Tim Penulis

Museum adalah salah satu lembaga yang bertugas untuk merawat dan mempublikasikan benda budaya manusia untuk kepentingan pendidikan anak-anak dan masyarakat umum. Adapun tugas dari suatu museum yaitu mengumpulkan benda-benda bersejarah dan merawat benda-benda tersebut. Selain untuk kepentingan kependidikan, museum juga dijadikan sebagai tempat rekreasi bagi masyarakat (daya tarik wisata). Museum dapat dikategorikan sebagai daya tarik wisata budaya dalam artian memahami dan atau mengunjungi artefak budaya yang ada di museum. Salah satu contoh museum yang telah dikunjungi yaitu Museum Mandar Maje’ne. Mandar dijadikan nama museum di Kabupaten Majene karena beberapa pertimbangan yaitu daerah Mandar adalah wilayah pusat permukiman suku Mandar yang ada pada zaman kerajaan. Pada zaman penjajahan Belanda, daerah Mandar disebut daerah afdeling Mandar yang meliputi onder afdeling Majene, onder afdeling Polewali, onder afdeling Mamuju. Dan pada zaman kemerdekaan daerah Mandar masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari Kabupaten Majene, Kabupaten Mamuju, dan Kabupaten Polewali Mamasa.
Berdasarkan UU No. 43 tahun 2004 tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat meliputi seluruh daerah Mandar yang terdiri dari Kabupaten Majene, Mamuju, Polewali Mandar, dan Mamasa. Dan sampai saat ini Museum Mandar satu – satunya museum yang terdapat di Sulawesi Barat. Museum Mandar Maje’ne ini terletak di Jalan Raden Suradi No. 17, Pangali-ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat. Museum Mandar Maje’ne ini berarsitektur khas Eropa dan dulunya merupakan bekas Rumah Sakit. Rumah Sakit tersebut dibangun pada tahun 1908 dan sekarang beralih fungsi menjadi museum. Museum Mandar Maje’ne didirikan berdasarkan salah satu keputusan seminar kebudayaan Mandar di Majene pada tanggal 02 Agustus 1984. Museum ini mempunyai koleksi sejumlah 1.304 buah, meliputi koleksi geologi, geografi, biologi, etnoggrafi, arkeologi, sejarah, keramik, dan seni rupa. Dan koleksi-koleksi di museum ini telah di akui oleh museum lain dan Asosasi Museum Indonesia (AMI).


                                
Gambar 2. (Pakaian Adat Pengantin)
Gambar oleh : Tim Penulis
Di Museum Mandar Maje’ne ini terdapat beberapa replika berbagai macam jenis perahu tradisional, salah satunya adalah perahu Lete’. Museum Mandar Maje’ne juga menampilkan keunikan dan pakaian adat dan aksesoris pengantin tradisional dari suku Mandar dari suku Mandar keturunan bangsawan Mara’dia atau raja, dimana untuk pakaian pengantin laki – laki pakaiannya yaitu baju kemeja putih, sarung lipa’, badawara. Adapun untuk bagian kepala terdapat sigar dimana terdapat belu – belua samping kiri dan kanan, atas belakang, terdapat bunga – bunga siwali kiri dan kanan dan bagian belakang terdapat garuda – garuda. Untuk bagian dada terdapat passinding dada dan untuk lengan atas pergelangan tangan kiri dan kanan dari atas ke bawah terdapat potto’ dan sima’ – sima’. Selanjutnya untuk pakaian adat pengantin perempuan terdiri dari baju bokoratte, sarung atau lipat ratte, salendang. Untuk aksesoris dikepala terdiri dari bunga – bunga siwali atau tusuk konde, beru’ – beru’ simbolong atau rangkaian bunga melati. Untuk bagian dada terdapat tombi bu’ang, tombi a’di – a’di, tombi cucur, tombi ana’I tombi juir. Pada bagian perut terdapat kawari, muka dan belakang dipasang pada bagian dalam baju, selanjutnya pada bagian lengan mulai dari pergelangan tangan sampai lengan diatas siku terdapat sima’ -  sima’ potto, gallang balle, jima’ saletto, dilengan kiri diatas siku terdapat jima’ saletto, dan terdapat teppang.
Selain pakaian adat pengantin, wisatawan juga bisa mendapatkan berbagai informasi mengenai kebudayaan suku Mandar yang lainnya, seperti pengunjung dapat melihat dan lebih mengenali bentuk rumah, peralatan rumah tangga seperti laga-laga, cupa’, okang, talongnge , kawali, balenga dan masih banyak lagi, hingga kendaraan tradisional seperti bendi. Di ruangan lain yang menarik adalah adanya ular sawah yang di awetkan. Ular jenis piton tersebut di tangkap oleh salah seorang warga yaitu Buttu Tupa’ Allo pada 1 Januari 2010. Dimana panjang ular tersebut sekitar 7 meter.
Adapun sasaran pengunjung dari Museum Mandar Maje’ne yaitu lebih kepada anak – anak sekolah dengan tujuan untuk mencerdaskan dan agar anak – anak sekarang dapat mengetahui apa yang bisa didapatkan dari mengunjungi suatu museum. Menurut pengelola, Museum Mandar sudah masuk dalam Asosiasi Museum Indonesia (AMI). Keuntungan yang didapat dari masuknya Museum Majene Mandar kedalam AMI yaitu mudahnya pengelola bertukar pikiran dalam pengembangan museum dengan pengelola museum yang ada di Indonesia. Kesadaran masyarakat Majene sudah mulai meningkat dalam kunjungan mereka terhadap Museum Mandar Majene. Hal ini membuat masyarakat Majene lebih mengetahui sejarah-sejarah yang pernah ada di Majene, beserta dengan peninggalan-peninggalan sejarahnya. Selain meningkatnya kesadaran masyarakat Majene dalam mengunjungi museum, tingkat kunjungaan wisatawan juga meningkat tiap tahunnya. Pengelola museum juga mengungkapkan bahwa kurangnya promosi-promosi yang dilakukan untuk memperkenalkan ke masyarakat luas baik itu dari media cetak maupun media elektronik. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pihak pengelola museum dalam meningkatkan kunjungan wisatawan juga sangat kurang, hal ini juga disampaikan oleh pengelola. Seharusnya pihak pengelola harus rutin dalam melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan seperti melakukan promosi melalui media cetak maupun elektronik. Serta melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengunjungi museum.
Di Kabupaten Majene masih banyak peninggalan-peninggalan sejarah yang belum di masukkan kedalam koleksi museum. Seharusnya pemerintah daerah bisa menjaga peninggalan sejarah tersebut dengan cara memasukkan peninggalan sejarah tersebut kedalam koleksi museum. Menurut pihak pengelola, mereka sudah membentuk tim untuk mencari dan mengumpulkan peninggalan sejarah yang masih belum teridentifikasi. Sebenarnya, tim ini sudah terbentuk akan tetapi kurangnya dana membuat terhambatnya kinerja tim ini.
Adapun beberapa strategi yang harus dilakukan pengelola museum dalam mendukung pengembangan Museum Mandar Ma’jene sebagai aset daerah yaitu, pertama peningkatan dalam hal promosi karena pengelola belum melakukan promosi baik itu melalui media cetak ataupun media elektronik. karena dengan melakukan promosi dapat memudahkan wisatawan untuk mendapat informasi dan juga meningkatkan kunjungan. Kedua, membuat berbagai macam event atau kegiatan di kawasan museum agar wisatawan tidak akan bosan untuk berlama-lama mengunjungi museum. Contoh kegiatannya yaitu pementasan kesenian khas daerah. Ketiga, penambahan ruangan auditorium atau ruangan pertemuan agar dalam melaksanakan kegiatan seperti pertemuan ataupun seminar agar terlaksana sesuai diinginkan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar